Januari 16, 2025

Dunia Olahraga – Old Trafford, yang akrab dijuluki Theatre of Dreams, kini bukan lagi sekadar tempat bernaung bagi harapan para pendukung Manchester United. Stadion ikonik ini, yang dulunya menjadi simbol kebanggaan, kini bertransformasi menjadi arena mimpi buruk bagi tim tuan rumah dan lawan-lawan mereka.

Di masa kejayaannya pada tahun 1990-an hingga 2000-an, Old Trafford menjadi patokan bagi stadion-stadion di Inggris. Dengan renovasi terakhir yang dilakukan pada 2006, kapasitasnya ditingkatkan hingga 75 ribu penonton, menjadikannya salah satu yang terbesar di negara ini. Keberhasilan di lapangan seakan terhubung erat dengan atmosfer spektakuler yang ditawarkan stadion ini.

Di bawah kepemimpinan Sir Alex Ferguson, Manchester United membangun reputasi sebagai tim yang sulit ditandingi di kandang sendiri. Dalam 26 tahun masa jabatannya, tim ini hanya mengalami 34 kekalahan dari total 1035 pertandingan di Old Trafford dalam ajang Liga Inggris. Namun, pasca kepergian Ferguson, nasib tim mulai berubah. Sejak saat itu, MU telah mengalami 41 kekalahan di stadion yang dulunya angker ini, termasuk bencana yang dialami saat dihajar Bournemouth 3-0.

Kekalahan dari Bournemouth baru-baru ini menandai kekalahan keempat kalinya bagi MU di kandang sendiri dengan kebobolan tiga gol atau lebih di musim ini. Mantan pemain MU, Gary Neville, bahkan tidak bisa menahan diri untuk mengkritik tim yang ia anggap medioker dan membutuhkan perombakan besar-besaran.

Old Trafford, yang dulunya menjadi benteng pertahanan yang tangguh, kini terlihat rapuh. Gol-gol lawan mengalir deras ke gawang mereka, seolah-olah stadion ini memiliki atap bocor yang tidak bisa menahan air. “Saat ini, semuanya terasa sulit. Di klub sekelas Manchester United, menerima kekalahan 3-0 di kandang adalah hal yang sangat menyedihkan,” ungkap Manajer MU, Ruben Amorim, dalam sebuah konferensi pers yang diwarnai kucuran air dari langit-langit stadion.

Namun, kesulitan yang dialami bukan hanya berasal dari stadion yang mulai lapuk dan performa tim yang merosot. Ada anggapan bahwa ‘musuh dalam selimut’ di dalam klub telah menjadi penghalang bagi kesuksesan MU, sebagaimana diyakini oleh sebagian suporter. Tuduhan mengenai pemain-pemain yang tidak berkontribusi serta bocornya informasi internal menjadi sorotan utama.

Ruben Amorim pun merasakan dampak dari kebocoran ini saat susunan pemainnya bocor sebelum derby melawan Manchester City. Dia bukan yang pertama mengalami hal ini; para pelatih sebelumnya seperti Jose Mourinho, Ole Gunnar Solskjaer, dan Erik ten Hag juga pernah menghadapi masalah serupa.

Kini, Ruben Amorim terjebak dalam situasi pelik di MU, di mana kebocoran di lini pertahanan dan informasi internal hanya menambah beban yang harus mereka tanggung. Old Trafford, yang dulunya menjadi tempat harapan, kini menyimpan banyak cerita tragis dan tantangan yang harus dihadapi oleh Setan Merah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *