
Jakarta – Kebijakan tarif yang telah diberlakukan oleh Donald Trump, baik pada saat menjabat maupun pada kampanye retorikanya menjelang pemilu, menjadikan sebuah anomali besar pada sistem kapitalisme global. Negara Amerika Serikat yang selama ini sebagai arsitek perdagangan bebas global justru saat ini tampil berperan sebagai aktor utama yang merusak hal tersebut.
Kapitalisme merupakan suatu sistem yang hidup pada ekosistem global, dalam semangat multilateralisme dibesarkan yang dimana negara-negara saling terhubung melalui perdagangan, investasi, dan juga pergerakan barang dan jasa yang tidak mutlak bebas. Semangat tersebut, Amerika Serikat membentuk institusi-institusi global seperti pembentukan WTO dan juga mendorong perjanjian perdagangan yaitu seperti NAFTA dan juga TPP.
Saat Donald Trump memberlakukan tarif secara unilateral kepada hampir seluruh negara yang termasuk sekutu-sekutunya dalam hal tersebut seperti mencabut fondasi utama dan juga sistem tersebut. Negara-negara yang selama ini menggantungkan hidupnya pada arsitektur perdagangan bebas yaitu seperti Singapura atau Vietnam mejadikan pihak yang sangat terdampak. Ironisnyam Amerika Serikat yang sejatinya sangat paling diuntungkan atas sistem ini, akan tetapi Amerika Serikat menjadi negara yang pertama dengan cara terang-terangan menarik diri.
Perang dingin pada ekonomi dapat saja muncul kembali, yang artinya Donald Trump membuka bab baru pada sejarah ekonomi global. Tidak hanya dikarenakan kebijakan tarifnya dapat mengganggu sistem yang memumpuni, akan tetapi dikarenakan kebijakan tersebut dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan besar.
Dalam hal ini, Negara Indonesia harus bersiap, tidak hanya dengan kebijakan, namun dengan mempersatukan pemahaman publik, supaya disetiap langkah yang akan diambil tidak harus menimbulkan jurang.